Selasa, 22 Maret 2016

Bayu si pemalu

Bayu si pemalu

(oleh: kak_soim)

Namaku bayu aku terlahir dari keluarga yang sederhana, rumahku dipelosok desa, jauh dari keramaian kota. Makan pun alakadarnya, tapi aku merasa bahagia masih bisa hidup dan bersanding dengan alam yang terbentang luas. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Inilah ibuku ibu Ambarwati namanya, ibuku adalah orang yang penyabar dan menjadi penenang dalam keluarga. Aku orangnya pendiam dan jarang bicara selain itu juga malu-malu, pernah sauatu saat aku pipis dalam celana karena malu meminta izin ke belakang ketika waktu di sekolah TK, banyak orang mengenal ku dengan sebutan bayu si pemalu.
Semenjak kecil aku sudah dididik hidup yang disiplin dan kerja keras,bagaimana tidak?
Ayah ibuku adalah seorang petani ,kebetulan pada saat itu adalah musim tanam jagung. Aku diajak kehutan yang tidak dekat jaraknya dengan rumahku untuk menuju kesana aku tempuh dengan berjalan kaki dan ya cukup melelahkan, karena memang jauh dari rumah. Saat jagung mulai tumbuh dan terlihat bakal jagung kami haru menjaga jagung itu dari hamma perusak ya seperti babi hutan dan sejenisnya.
Perjuangan yang sangat mulia untuk menghidupi keluarga, ayahku adalah orang pekerja keras namun kadang dia menjadi pemarah,aku sangat takut dengan ayah saat itu, melebihi takut ku ketika dikesendirian malam, kami berangkat sore menjelang malam, kami berjalan menuju ladang ditengah hutan yang dikelilingi gunung-gunug. Kala itu aku masih sering merepotkan ibu, aku yang kadang uring-uringan dan enggan berangkat dengan banyak alesan, ya salah satu alasannya adalah karena memang penakut.
Berbekal lampu senter dan obor kami berangkat, menyusuri terjalnya jalan, setapak demi setapak jalan kami lalui menerobos hutan belantara. Tibalah kami, aku ayahku dan ibuku diladang itu, kami tinggal didalam gubug yang kami membuat gubung untuk tempat tidur kami, gubug tersebut terbuat dengan sederhana dari bambu dan dengan atap pelepah pisang dan daun aren. Disana layaknyna seperti orang jaga malam, ramai suara kodok dan jangkrik terdengar malam itu, semakin malam suara kian sunyi, sesunyi pikiranku malam itu yang tertekan rasa takut yang mencekam.
Aku terus berada didekat ibu dan engal ditinggal untuk berjaga dengan ayah, memang tidak hanya keluargaku saja yang menanam jagung para warga lain juga menanam jagung, yang letaknya berjauhan dari ladang kami, kami menanam jagung berada di atas bukit dan di apit oleh dua gunung yaitu gunung manten dan gunung gogor. Gunung yang telah menjadi mitos banyak orang yaitu gunung angker yang dihuni oleh mahluk-mahluk halus sebangsa jin dan peri.
Gunung nganten memiliki dua puncak dan berdampingan, mitosnya dulu adalah untuk pernikahan para peri, pernah kejadian didesaku saat ada acara perkawinan yang dalam bahasa jawa dinamakan mantenan, pada hari itu ada orang wanita paruh baya di desaku yang hilang, berhari-hari tidak diketemukan, bagai ditelan bumi, entah kemana dan akhirnya pada 40 hari kemudian ditemukan dibawah gunung nganten kondisi badan hancur tinggal tulang belulang dan sedikit daging yang meempel di tulang yang tersisa. Tertinggal di jasadnya hanya selembar kain dan selendang,  rumor yang beredar orang itu dibawa gendruwo untuk dijadikan tumbal,tapi entahlah mana yang benar aku tak tau. Tapi hal itu yang membuatku enggan untuk ikut bersama ayah dan ibu ke ladang jagung.
Ladang jagung itu dulunya adalah hutan belantara tanah tak bertuan milik pemerintah didaerah kami dinamakan tanah simpen yang para warga dibuka untuk membuka lahan pertanian baru. Malam itu aku merasa sangat lelah serta mengantuk tapi mata ini enggan untuk menutupkan kelopak matanya, kadang-kadang aku tertidur sebentar dan terbangun lagi. Aku masi terbayang bayang oleh kematian orang itu.
Biasanya untuk berjaga bapak dan ibu bergantian sedangkan aku hanya tertinggal sendirian di dalamgubug, malam semakin larut dan dingit menyelimutiku. Tapi semakin sulit aku untuk terlelap suara-suara kecil semakin jelas di telingaku, berulang kali aku mencoba memejamkan mata ini. Aku mendengar suara lirih jauh di balik bukit memangil-manggil namaku samar, Bayu.. bayu... bayu.. suara itu semakin lama semakin mendekat dan terdengar suara itu sedih menghampiri telinga. Ibu dan ayahku sedang berjaga diatas bukit. Mulutku menjadi terkunci seakan ada yang membungkamku kuat, suara itu terus terngiang di telingaku , suara itu berganti menjadi suara wanita yang sedih , suara itu berubah menjadi suara tangis, meminta tolong. Jantungku berdetak tak berirama dan semakin kencang, aku takut , aku takut ibu. Tiba-tiba nampak didepan mataku nampak sosok perempuan berambut panjang dengan muka penuh darah , aku menjerit menangis, tubuhku tak bisa bergerak, sosok itu menarik-narik kakiku, tolong ibu tolong ibu aku takut kataku.
Aku terbangun dari tidurku denga tubuh penuh dengan peluh aku masi menangis dan memeluk ibuku yang berada didekat aku, ibuku membangunkan ku untuk besiap-siap pulang karena hari sudah mualai pagi. Oh tuhan ternyata barusan aku bermimpi, iyya aku harus pulang karena aku harus sekolah, tapi sosok itu masih nampak jelas di poikiranku tapi aku mencobamembuyarkannya ah paling Cuma mimpi, terlintas dalam pikiranku mimpi itu seolah-olah mengisyaratkan petunjuk atas kematian orang itu.

Bersambung...

Tidak ada komentar: