Bayu si pemalu
(oleh: kak_soim)
Namaku
bayu aku terlahir dari keluarga yang sederhana, rumahku dipelosok desa, jauh
dari keramaian kota. Makan pun alakadarnya, tapi aku merasa bahagia masih bisa
hidup dan bersanding dengan alam yang terbentang luas. Aku adalah anak pertama
dari tiga bersaudara. Inilah ibuku ibu Ambarwati namanya, ibuku adalah orang
yang penyabar dan menjadi penenang dalam keluarga. Aku orangnya pendiam dan
jarang bicara selain itu juga malu-malu, pernah sauatu saat aku pipis dalam
celana karena malu meminta izin ke belakang ketika waktu di sekolah TK, banyak
orang mengenal ku dengan sebutan bayu si pemalu.
Semenjak
kecil aku sudah dididik hidup yang disiplin dan kerja keras,bagaimana tidak?
Ayah ibuku adalah seorang petani ,kebetulan pada saat itu adalah musim tanam
jagung. Aku diajak kehutan yang tidak dekat jaraknya dengan rumahku untuk
menuju kesana aku tempuh dengan berjalan kaki dan ya cukup melelahkan, karena
memang jauh dari rumah. Saat jagung mulai tumbuh dan terlihat bakal jagung kami
haru menjaga jagung itu dari hamma perusak ya seperti babi hutan dan
sejenisnya.
Perjuangan
yang sangat mulia untuk menghidupi keluarga, ayahku adalah orang pekerja keras
namun kadang dia menjadi pemarah,aku sangat takut dengan ayah saat itu,
melebihi takut ku ketika dikesendirian malam, kami berangkat sore menjelang
malam, kami berjalan menuju ladang ditengah hutan yang dikelilingi
gunung-gunug. Kala itu aku masih sering merepotkan ibu, aku yang kadang
uring-uringan dan enggan berangkat dengan banyak alesan, ya salah satu
alasannya adalah karena memang penakut.
Berbekal
lampu senter dan obor kami berangkat, menyusuri terjalnya jalan, setapak demi
setapak jalan kami lalui menerobos hutan belantara. Tibalah kami, aku ayahku
dan ibuku diladang itu, kami tinggal didalam gubug yang kami membuat gubung
untuk tempat tidur kami, gubug tersebut terbuat dengan sederhana dari bambu dan
dengan atap pelepah pisang dan daun aren. Disana layaknyna seperti orang jaga
malam, ramai suara kodok dan jangkrik terdengar malam itu, semakin malam suara
kian sunyi, sesunyi pikiranku malam itu yang tertekan rasa takut yang mencekam.
Aku
terus berada didekat ibu dan engal ditinggal untuk berjaga dengan ayah, memang
tidak hanya keluargaku saja yang menanam jagung para warga lain juga menanam
jagung, yang letaknya berjauhan dari ladang kami, kami menanam jagung berada di
atas bukit dan di apit oleh dua gunung yaitu gunung manten dan gunung gogor.
Gunung yang telah menjadi mitos banyak orang yaitu gunung angker yang dihuni
oleh mahluk-mahluk halus sebangsa jin dan peri.
Gunung
nganten memiliki dua puncak dan berdampingan, mitosnya dulu adalah untuk
pernikahan para peri, pernah kejadian didesaku saat ada acara perkawinan yang
dalam bahasa jawa dinamakan mantenan, pada hari itu ada orang wanita paruh baya
di desaku yang hilang, berhari-hari tidak diketemukan, bagai ditelan bumi,
entah kemana dan akhirnya pada 40 hari kemudian ditemukan dibawah gunung
nganten kondisi badan hancur tinggal tulang belulang dan sedikit daging yang
meempel di tulang yang tersisa. Tertinggal di jasadnya hanya selembar kain dan
selendang, rumor yang beredar orang itu
dibawa gendruwo untuk dijadikan tumbal,tapi entahlah mana yang benar aku tak
tau. Tapi hal itu yang membuatku enggan untuk ikut bersama ayah dan ibu ke
ladang jagung.
Ladang
jagung itu dulunya adalah hutan belantara tanah tak bertuan milik pemerintah
didaerah kami dinamakan tanah simpen yang para warga dibuka untuk membuka lahan
pertanian baru. Malam itu aku merasa sangat lelah serta mengantuk tapi mata ini
enggan untuk menutupkan kelopak matanya, kadang-kadang aku tertidur sebentar
dan terbangun lagi. Aku masi terbayang bayang oleh kematian orang itu.
Biasanya
untuk berjaga bapak dan ibu bergantian sedangkan aku hanya tertinggal sendirian
di dalamgubug, malam semakin larut dan dingit menyelimutiku. Tapi semakin sulit
aku untuk terlelap suara-suara kecil semakin jelas di telingaku, berulang kali
aku mencoba memejamkan mata ini. Aku mendengar suara lirih jauh di balik bukit
memangil-manggil namaku samar, Bayu.. bayu... bayu.. suara itu semakin lama
semakin mendekat dan terdengar suara itu sedih menghampiri telinga. Ibu dan
ayahku sedang berjaga diatas bukit. Mulutku menjadi terkunci seakan ada yang
membungkamku kuat, suara itu terus terngiang di telingaku , suara itu berganti
menjadi suara wanita yang sedih , suara itu berubah menjadi suara tangis,
meminta tolong. Jantungku berdetak tak berirama dan semakin kencang, aku takut
, aku takut ibu. Tiba-tiba nampak didepan mataku nampak sosok perempuan
berambut panjang dengan muka penuh darah , aku menjerit menangis, tubuhku tak
bisa bergerak, sosok itu menarik-narik kakiku, tolong ibu tolong ibu aku takut
kataku.
Aku
terbangun dari tidurku denga tubuh penuh dengan peluh aku masi menangis dan
memeluk ibuku yang berada didekat aku, ibuku membangunkan ku untuk besiap-siap
pulang karena hari sudah mualai pagi. Oh tuhan ternyata barusan aku bermimpi,
iyya aku harus pulang karena aku harus sekolah, tapi sosok itu masih nampak
jelas di poikiranku tapi aku mencobamembuyarkannya ah paling Cuma mimpi, terlintas
dalam pikiranku mimpi itu seolah-olah mengisyaratkan petunjuk atas kematian
orang itu.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar